Halaman Anda. ini adalah sebuah cerita pendek kehidupan seorang lelaki bernama Burhan, bacalah hai kau para lelaki.....
Klu kaum wanita mau baca boleh juga kok, pasti kalian suka juga....
Seluruh penumpang di dalam bus merasa simpati melihat seorang wanita
muda dengan tongkatnya meraba-raba menaiki tangga bus. Dengan tangannya
yang lain di meraba posisi dimana sopir
berada, dan membayar ongkos bus. Lalu berjalan ke Dalam bus mencari-cari
bangku yang kosong dengan tangannya. Setelah yakin bangku yang
dirabanya kosong, dia duduk. Meletakkan tasnya di atas pangkuan, dan
satu tangannya masih memegang tongkat.
Satu tahun sudah,
Yasmin, wanita muda itu, mengalami buta. Suatu kecelakaan telah berlaku
atasnya, dan menghilangkan penglihatannya untuk selama-lamanya. Dunia
tiba-tiba saja menjadi gelap dan segala harapan dan cita-cita menjadi
sirna. Dia adalah wanita yang penuh dengan ambisi menaklukan dunia,
aktif di segala perkumpulan, baik di sekolah, rumah maupun di
linkungannya. Tiba-tiba saja semuanya sirna, begitu kecelakaan itu
dialaminya. Kegelapan, frustrasi, dan rendah diri tiba-tiba saja
menyelimuti jiwanya. Hilang sudah masa depan yang selama ini
dicita-citakan.
Merasa tak berguna dan tak ada seorang pun yang
sanggup menolongnya selalu membisiki hatinya. "Bagaimana ini bisa
terjadi padaku?" dia menangis. Hatinya protes, diliputi kemarahan dan
putus asa. Tapi, tak peduli sebanyak apa pun dia mengeluh dan menangis,
sebanyak apa pun dia protes, sebanyak apapun dia berdo'a dan memohon,
dia harus tahu, penglihatannya tak akan kembali.
Diantara
frustrasi, depresi dan putus asa, dia masih beruntung, karena mempunyai
suami yang begitu penyayang dan setia, Burhan. Burhan adalah seorang
prajurit TNI biasa yg bekerja sebagai security di sebuah perusahaan. Dia
mencintai Yasmin dg seluruh hatinya. Ketika mengetahui Yasmin
kehilangan penglihatan, rasa cintanya tidak berkurang. Justru
perhatiannya makin bertambah, ketika dilihatnya Yasmin tenggelam kedalam
jurang keputus-asaan. Burhan ingin menolong mengembalikan rasa percaya
diri Yasmin, seperti ketika Yasmin belum menjadi buta.
Burhan
tahu, ini adalah perjuangan yang tidak gampang. Butuh extra waktu dan
kesabaran yg tidak sedikit. Karena buta, Yasmin tidak bisa terus bekerja
di perusahaannya. Dia berhenti dengan terhormat. Burhan mendorongnya
supaya belajar huruf Braile. Dengan harapan, suatu saat bisa berguna
untuk masa depan. Tapi bagaimana Yasmin bisa belajar? Sedangkan untuk
pergi ke mana-mana saja selalu diantar Burhan? Dunia ini begitu gelap.
Tak ada kesempatan sedikitpun untuk bisa melihat jalan. Dulu, sebelum
menjadi buta, dia memang biasa naik bus ke tempat kerja dan ke mana saja
sendirian. Tapi kini, ketika buta, apa sanggup dia naik bus sendirian?
Berjalan sendirian? Pulang-pergi sendirian? Siapa yang akan
melindunginya ketika sendirian? Begitulah yang berkecamuk di dalam hati
Yasmin yg putus asa. Tapi Burhan membimbing Jiwa Yasmin yg sedang
frustasi dg sabar. Dia merelakan dirinya untuk mengantar Yasmin ke
sekolah, di mana Yasmin musti belajar huruf Braile.
Dengan
sabar Burhan menuntun Yasmin menaiki bus kota menuju sekolah yang
dituju. Dengan Susah payah dan tertatih-tatih Yasmin melangkah bersama
tongkatnya. Sementara Burhan berada di sampingnya. Selesai mengantar
Yasmin dia menuju tempat dinas. Begitulah, selama berhari-hari dan
berminggu-minggu Burhan mengantar dan menjemput Yasmin. Lengkap dengan
seragam dinas security.
Tapi lama-kelamaan Burhan sadar, tak
mungkin selamanya Yasmin harus diantar; pulang dan pergi. Bagaimanapun
juga Yasmin harus bisa mandiri, tak mungkin selamanya mengandalkan
dirinya. Sebab dia juga punya pekerjaan yg harus dijalaninya. Dengan
hati-hati dia mengutarakan maksudnya, supaya Yasmin tak tersinggung dan
merasa dibuang. Sebab Yasmin, bagaimanapun juga masih terpukul dengan
musibah yg dialaminya.
Seperti yg diramalkan Burhan, Yasmin
histeris mendengar itu. Dia merasa dirinya kini benar-benar telah
tercampakkan. "Saya buta, tak bisa melihat!" teriak Yasmin. "Bagaimana
saya bisa tahu saya ada di mana? Kamu telah benar-benar meninggalkan
saya." Burhan hancur hatinya mendengar itu. Tapi dia sadar apa yang
musti dilakukan. Mau tak mau Yasmin musti terima. Musti mau menjadi
wanita yg mandiri. Burhan tak melepas begitu saja Yasmin. Setiap pagi,
dia mengantar Yasmin menuju halte bus. Dan setelah dua minggu, Yasmin
akhirnya bisa berangkat sendiri ke halte. Berjalan dengan tongkatnya.
Burhan menasehatinya agar mengandalkan indera pendengarannya, di
manapun dia berada.
Setelah dirasanya yakin bahwa Yasmin bisa
pergi sendiri, dengan tenang Burhan pergi ke tempat dinas. Sementara
Yasmin merasa bersyukur bahwa selama ini dia mempunyai suami yang begitu
setia dan sabar membimbingnya. Memang tak mungkin bagi Burhan untuk
terus selalu menemani setiap saat ke manapun dia pergi. Tak mungkin juga
selalu Diantar ke tempatnya belajar, sebab Burhan juga punya pekerjaan
yg harus dilakoni. Dan dia adalah wanita yg dulu, sebelum buta, tak
pernah menyerah pada tantangan dan wanita yg tak bisa diam saja. Kini
dia harus menjadi Yasmin yg dulu, yg tegar dan menyukai tantangan dan
suka bekerja dan belajar. Hari-hari pun berlalu. Dan sudah beberapa
minggu Yasmin menjalani rutinitasnya belajar, dengan mengendarai bus
kota sendirian.
Suatu hari, ketika dia hendak turun dari bus,
sopir bus berkata, "saya sungguh iri padamu". Yasmin tidak yakin, kalau
sopir itu bicara padanya. "Anda bicara pada saya?" " Ya", jawab sopir
bus. "Saya benar-benar iri padamu". Yasmin kebingungan, heran dan tak
habis berpikir, bagaimana bisa di dunia ini, seorang buta, wanita buta,
yg berjalan terseok-seok dengan tongkatnya hanya sekedar mencari
keberanian mengisi sisa hidupnya, membuat orang lain merasa iri? "Apa
maksud anda?" Yasmin bertanya penuh keheranan pada sopir itu. "Kamu
tahu," jawab sopir bus, "Setiap pagi, sejak beberapa minggu ini, seorang
lelaki muda dengan seragam militer selalu berdiri di sebrang jalan. Dia
memperhatikanmu dengan harap-harap cemas ketika kamu menuruni tangga
bus. Dan ketika kamu menyebrang jalan, dia perhatikan langkahmu dan
bibirnya tersenyum puas begitu kamu telah melewati jalan itu. Begitu
kamu masuk gedung sekolahmu, dia meniupkan ciumannya padamu, memberimu
salut, dan pergi dari situ. Kamu sungguh wanita beruntung, ada yang
memperhatikan dan melindungimu".
Air mata bahagia mengalir di
pipi Yasmin. Walaupun dia tidak melihat orang tersebut, dia yakin dan
merasakan kehadiran Burhan di sana. Dia merasa begitu beruntung, sangat
beruntung, bahwa Burhan telah memberinya sesuatu yang lebih berharga
dari penglihatan. Sebuah pemberian yang tak perlu untuk dilihat; kasih
sayang yang membawa cahaya, ketika dia berada dalam kegelapan.
Jumat, 14 Maret 2014
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar :
Posting Komentar